Sabtu, 17 Maret 2012

Pertunangan Dalam Adat Masyarakat Tolaki


Dalam perjalanan anak manusia di muka bumi, tatanan kehidupan masa lalu sepatutnya senantiasa menjadi pegangan yang akan menuntun pada tetap terpeliharanya tataran budaya yang mengakar turun termurun sejak jaman nenek moyang yang mendiami berbagai daerah yang ada di Indonesia, termasuk di Sulawesi Tenggara. Dalam mengemban kehidupan untuk beranak pinak dari satu generasi ke genarasi, tahap demi tahap kegiatan dijalani sebagai suatu nilai sakral yang tidak boleh dilewatkan begitu saja seperti dalam adat masyarakat Tolaki.

Tolaki adalah salah satu suku yang ada di Sulawesi Tenggara. Suku ini mendiami daerah yang berada di sekitar kabupaten Kendari dan konawe. Suku Tolaki adalah salah satu suku terbesar yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara di samping Suku Buton dan Suku Muna. Asal kata Tolaki, dipercaya berasal dari TO=orang atau manusia, Laki= Jenis kelamin laki-laki, dan Tolaki sering dimaknai sebagai manusia yang memiliki kejantanan yang tinggi, berani dan menjunjung tinggi kehormatan diri/harga diri. Orang Tolaki pada mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang dari langit). Menurut Tarimana (1993), mungkin yang dimaksud “langit” adalah “kerajaan langit” sebagaimana dikenal dalam budaya Cina (Granat, dalam Needhan 1973 yang dikutip Tarimana). Dalam dugaannya, ada keterkaitan antara kata “hiu” yang dalam bahasa Cina berarti “langit” dengan kata “heo” (Tolaki) yang berarti “ikut pergi ke langit”.

Dalam interaksi sosial, kehidupan bermasyarakat suku Tolaki terdapat nilai-nilai luhur yang dituangkan dalam keseharian mereka dan menjadi pegangan dalam kehidupan bermasyarakat, adapun falsafah kebudayaan masyarakat Tolaki dituangkan dalam sebuah istilah atau perumpamaan, antara lain sebagai berikut :
1. Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap putusan lembaga adat)
2. Budaya Kohanu (budaya malu)
3. Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan)

Tradisi perkawinan etnis Tolaki mensyaratkan adanya hubungan yang baik antara pihak laki-laki dan perempuan dalam menentukan arahan bagi masa depan kedua mempelai nantinya. Sebagai buktinya, nilai mahar yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki kepada keluarga perempuan pada saat pertunangan dan perkawinan merupakan buah dari kesepakatan yang telah terlebih dahulu dirundingkan. Sebelum perkawinan, pemuda tersebut harus melayani dan menjalani masa percobaan dengan calon mertuanya, dan persyaratan ini merupakan syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh pihak laki-laki kepada perempuan sebagai bagain dari prosesi pertunangan.

Sebelum sampai pada masa perkawinan/pernikahan yang dalam adat masyarakt Tolaki disebut prosesi Mowindahako, terlebih dahulu dijalani berbagai prosesi, yang salah satu bagian terpenting adalah tahap pertunangan. Pertunangan yang berlaku di masing-masing daerah di Nusantara tentu saja memiliki keunikan tersendiri beserta tata cara yang beragam. Nilai keanekaragaman inilah yang senantiasa menambah kekhasan adat budaya yang ada di Indonesia.

Pada eksistensinya pertunangan pada adat masayarakat Tolaki, berlaku sejak lamaran diterima. Pada umunya pertunangan terjadi karena anak perempuan yang dimaksud belum dewasa, sehingga harus menunggu hingga dewasa. Itulah kenapa bagi masyarakat Tolaki mengenal dan kadang melaksanakan prosesi pertunangan untuk menunggu sampai salah satunya benar-benar dewasa.

Dalam adat masayarakat Tolaki pertunangan merupakan waktu dimana proses pembelajaran dan pelatihan bagi mempelai pria agar memiliki sikap kedewasaan adalah bagian yang benar-benar diutamakan, berbagai hal yang menyangkut kehidupan berkeluarga diberikan sebagai pembekalan supaya saat memasuki kehidupan keluarga baru nantinya, keduanya sudah benar-benar dewasa dalam menghadapi berbagai masalah dan lika-liku kehidupan berkeluarga. Jadi, masa pertunangan bagi calon suami perempuan merupakan kewajiban sebagai proses pembelajaran untuk dapat memeberikan nafkah lahiriah seperti makan dan lain-lain, sehingga mengabdi kepada orang tua perempuan selama masa pertunangan merupakan keharusan tersendiri agar dapat dinilai langsung oleh pihak perempuan sebelum menyerahkan anak gadis mereka. Salah satu contohnya dengan ikut bersama-sama membuka lahan pertanian atau pekebunan dimana proses pembelajaran dalam tahap pertunangan bagi calon mempelai pria akan berlangsung hingga setelah panen.

Masyarakat Tolaki umumnya merupakan peladang dan petani yang handal.Bagi orang Tolaki, padi-padian yang tumbuh di ladang menjadi makanan pokok, tetapi mereka juga menanam ubi jalar, tebu, aneka macam sayuran, tembakau, dan kopi.

Model pertunangan pada adat masyarakat Tolaki sedikitnya memiliki kemirifan dengan model pertunangan yang terdapat pada adat pertunangan suku muli yaitu adat paniwih. Perbedaannya adalah saat pertungan pada adat Tolaki ketika sudah cukup waktunya untuk menikah yang dikatakan oleh pihak perempuan, dengan kriteria sudah cukup dewasa bagi keduanya dan cukup beras untuk pesta makan, maka pernikahan akan segera dilaksanakan, hal ini dapat juga kita kaitkan dengan ungkapan klasik dari masrakat Tolaki yang mempunyai pandangan “bahwa lebih mudah menjaga 40 ekor kerbau daripada menjaga seorang anak gadis”. Tentunya ini merupakan hal yang telah diatur sedemikian rupa, disamping mengindahkan ungkapan tersebut.

Dalam menyelenggarakan prosesi pernikahan/perkawinan pada umumnya dapat dipercepat. Namun, diperlukan kesiapan pihak laki-laki dimana pihak perempuan akan memberikan kesempatan seluas-luanya untuk mempersiapkan persyaratan ataupun hasil kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya baik berkenaan dengan nilai mahar maupun penyelenggaraan pesta. Akan tetapi, syarat yang paling utama adalah pria tersebut sudah cukup dewasa. Pada dasarnya terlaksananya perkawinan secara sempurna, kedua belah pihak harus sudah siap untuk menyelenggarakan pesta sehingga dapat dihindari terjadinya kekurangan biaya atau dalam ungkapan adat Tolaki disebut salabao.


Pesta adat pertunangan bagi masyarakat yang berdiam di nusantara merupakan gambaran kehidupan masyarakat yang masih syarat dengan nilai sosial, kebersamaan dan nilai sejarah. Berbagai persiapan serta makna-makna kegiatan dilaksanakan dengan maksud untuk menyiapkan kedua pengantin siap memasuki bahtra rumah tangga.

Tradisi pertunangan dalam masarakat Tolaki sudah dilaksanakan secara berkesinambuangan dari satu generasi ke generasi seterusnya. Kini kehidupan terus mengalami kemajuan dengan segala bentuk perubahan yang kian menghampiri kehidupan anak jaman sekarang ini. Tapi dengan upaya pelestarian nilai-nilai kehidupan yang ada kiranya hal tersebut seharusnya tidak terkikis dan hilang seiring gilasan roda kebudayaan modern. sebagai jalan keluarnya, tingkat kepedulian dan perhatian kita semua harus lebih ditingkatkan terhadap adat dan budaya yang senantiasa memiliki kebermanfaatan yang luar biasa tersebut agar kita tetap menjadi bangsa yang besar dengan jatidiri yang tetap mengakar dari budaya masa lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar